Allah menciptakan makhluk serba berpasangan, demikian juga
manusia, jadi berkeluarga adalah fitrah hidup. Telah menjadi sunnatullah, bahwa setiap orang yang memasuki pintu
gerbang pernikahan, apakah ia pria atau wanita, apakah ia tua atau muda pada
dasarnya semuanya ingin menciptakan pernikahan itu menjadi sebuah rumah
tangga dan keluarga yang bahagia dan sejahtera. Pasangan secara konsepsional
harus melahirkan harmoni atau dinamika, salah satu konsep hidup berkeluarga
adalah keluarga sakinah, yakni keluarga yang berlangsung dengan mengikuti
panduan agama Islam. Keluarga sakinah merupakan subsistem dari sistem
sosial menurut Al-Quran dan bukanlah sebuah bangunan keluarga di atas lahan
kosong
Alangkah
beruntungnya andaikata selama hidup yang sebentar ini kita diberikan karunia
rumah tangga yang sakinah, rumah tangga yang penuh dengan ketentraman. Karena
sebuah rumah tangga akan menjadi basis ,sepatutnya rumah tangga menjadi
pangkalan, ketika di luar gelisah tetapi ketika masuk rumah menjadi tentram,
ketika di luar lelah masuk rumah Insya Allah menjadi kuat, diluar tergelincir
berlumpur dosa masuk ke rumah mempunyai kemampuan bertaubat
Rumah
tangga itu tidak seindah seperti yang kita duga kalau tidak tahu rumusnya.
Lalu Kenapa rumah tangga bisa babak belur? salah satu penyebabnya adalah
karena rumah tangga yang kurang ilmu sehingga visinya tidak jelas akan dibawa
kemana. Ada yang arahnya hanya duniawi saja dimana alat ukurnya hanya harta
atau kedudukan. Justru karena alat ukur yang salah menyebabkan cara menilainya
pun menjadi salah, anak yang pendidikannya kurang tinggi dianggap tidak
sukses, bapak yang penghasilannya sedikit dianggap gagal. Begitulah yang
terjadi kalau alat ukurnya salah.
Sebuah
rumah tangga tidak bisa dibangun hanya dengan uang, tetapi ada yang lebih
berharga dari uang yaitu sikap. Membangun rumah tangga tidak bisa dilakukan
dengan menggunakan sisa waktu, sisa tenaga, dan sisa pikiran. Apa yang akan
terjadi jika sesuatu dibangun dengan sisa?, rumah tangga yang dibangun dari
sisa waktu misalnya, bapak berangkat sebelum anak bangun dan pulang sesudah
anak tidur, akibatnya ? Anak merasa tidak punya bapak, Istri merasa tidak ada
kasih sayang.
Keluarga
yang baik pastilah merupakan suatu masyarakat yang ideal untuk mewujudkan
cita-cita yang baik dan melahirkan amal shaleh. Didalam keluarga seperti ini
akan ditemukan kehangatan dan kasih sayang yang wajar, tiada rasa tertekan,
tiada ancaman, dan jauh dari silang sengketa dan perselisihan. Jika si anak
telah mencapai usia sekolah dan belajar dengan baik, maka seluruh potensinya
dapat tumbuh dan berkembang seoptimal mungkin, ia belajar dengan penuh
semangat dan gairah. Dalam keluarga semacam ini akan tumbuh ketenangan batin
bagi seluruh anggotanya, sehingga akan tercipta sakinah atau ketenangan yang
diliputi dengan mawaddah warahmah atau cinta dan kasih sayang.
Membina
rumah tangga menuju sebuah keluarga yang sakinah, mawaddah, dan rahmah, jelas
tak segampang yang dibayangkan. Membangun sebuah keluarga sakinah adalah
suatu proses. Keluarga sakinah bukan berarti keluarga yang diam tanpa
masalah, namun lebih kepada adanya keterampilan untuk mengelola konflik yang
terjadi di dalamnya.
Kata
sakinah terambil dari akar kata yang terdiri atas huruf sin, kaf, dan nun
yang mengandung makna ketenangan, atau anonim dari guncang dan gerak.
berbagai bentuk kata yang terdiri atas ketiga huruf tersebut semuanya
bermuara pada makna di atas. Rumah dinamai maskan karena ia merupakan tempat
untuk meraih ketenangan setelah sebelumnya sang penghuni bergerak
(beraktivitas di luar).
Salah
satu tujuan orang berumah tangga adalah untuk mendapatkan sakinah atau
ketenangan dan ketentraman tersebut. Dalam Alquran Allah berfirman,
Dan
di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu istri-istri
dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tentram kepadanya, dan
dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih sayang. Sesungguhnya pada yang demikian
itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir (QS. Ar-Rum [30]: 21).
Telah
menjadi sunatullah bahwa setiap orang yang memasuki pintu gerbang pernikahan
akan memimpikan keluarga sakinah. Keluarga sakinah merupakan pilar
pembentukan masyarakat ideal yang dapat melahirkan keturunan yang shjalih. Di
dalamnya kita akan menemukan kehangatan, kasih sayang, kebahagiaan, dan
ketenangan yang akan dirasakan oleh seluruh anggota keluarga.
Memang
tidak mudah membangun keluarga semacam ini. Banyak pengorbanan dan proses
yang panjang untuk mewujudkannya. Proses ini tidak hanya terbatas pada saat
telah menikah saja, tapi diawali pula dengan kesiapan tiap-tiap individu
(calon suami dan calon istri) untuk mempersiapkan ilmu, ekonomi, dan mental
secara baik. Tak kalah pula "ketepatan" memilih calon pendamping.
Setelah menikah suami sebagai pemimpin keluarga, maupun istri atau ibu sebagai
pendamping sang pemimpin harus bekerja keras mendapatkannya. Selain itu anak
pun harus dilibatkan dalam memperjuangkannya.
Keluarga
sakinah melahirkan generasi tangguh
Anak-anak
yang berkualitas hanya akan lahir dari keluarga yang berkualitas pula. Di sini,
keluarga sakinah menjadi "sistem' terpenting untuk mewujudkan lahirnya
anak-anak berkualitas tersebut. Di dalamnya terdapat nilai-nilai seperti
cinta, kasih sayang, komitmen, tanggung jawab, saling menghormati,
kebersamaan dan komunikasi yang baik. Keluarga yang dilandasi nilai-nilai
tersebut akan menjadi tempat terbaik bagi anak-anak untuk dapat tumbuh dan
berkembang secara optimal.
Agar
tercipta keluarga sakinah
Untuk
menciptakan keluarga sakinah ada beberapa aspek yang harus diperhatikan, di
antaranya: Seluruh komponen rumah tangga harus mampu mengelola semua
perbedaan yang ada menjadi sebuah sinergi sinergi yang menguntungkan dan
saling menguatkan. Perlu menghindarkan sikap menonjolkan diri atau
mengganggap dirinya paling penting dan berpengaruh di keluarga. Sikap ikhlas
menjadi modal dasar yang utama, terutama bagi orang tua dalam mendidik anak.
Orang
tua harus mampu memberikan teladan yang baik bagi anak-anaknya. Teladan yang
baik dari orang tua akan mempengaruhi perkembangan mental dan spiritual anak.
Harus ada kesabaran dari orang tua dalam mendidik anak-anaknya. Bila kita
memiliki kelebihan dana atau keuangan dalam keluarga, sebaiknya digunakan
untuk ibadah ( zakat, infak, sedekah, dan lainnya), selain menjadikan rumah
sebagai sarana belajar dan menambah ilmu .
Selalu
mengikuti perkembangan anak dan kita bekali mereka dengan ilmu (agama dan
dunia). Tanamkanlah nilai-nilai moral dan agama kepada anak-anak kita
terutama ketika masih dalam tarap perkembangan. Ketika mereka remaja usahakan
agar diri kita bisa menjadi sahabat atau teman terbaik mereka, untuk berbagi
(curhat).
Ada
5 prinsip yang harus dilakukan untuk mencapai rasa tenteram, kasih dan sayang
dalam rumah tangga:
1. Sikap yang santun dan bijak (Mu’asyarah bil Ma’ruf)
Merawat cinta kasih dalam keluarga ibaratnya seperti merawat tanaman, maka
pernikahan dan cinta kasih harus juga dirawat agar tumbuh subur dan indah,
diantaranya dengan mu’asyarah bil ma’ruf. Rasulullah saw menyatakan bahwa :
“Sebaik-baik orang diantara kamu adalah orang yang paling baik terhadap
isterinya, dan aku (Rasulullah) adalah orang yang paling baik terhadap
isteriku.” (HR.Thabrani & Tirmidzi)
2. Saling mengingatkan dalam kebaikan
Di antara bentuk ketakwaan suami istri dalam mempererat serta mengokohkan
rumah tangga adalah dengan saling nasehat menasehati untuk menjalankan sunnah
Nabi. Lihat dan renungkanlah betapa indah dan harmonisnya rumah tangga yang
dibangun diatas Al-Qur’an dan sunnah serta metode para sahabat yang telah
digambarkan oleh Nabi dalam haditsnya,
"Allah merahmati seorang suami yang bangun pada malam hari untuk
melaksanakan shalat (malam/tahajjud) lalu dia juga membangunkan istrinya
hingga shalat. Jika istrinya enggan untuk bangun dia percikan air kewajahnya.
Dan Allah merahmati seorang istri yang bangun dimalam hari untuk melaksanakan
shalat (malam/tahajjud) lalu dia membangunkan suaminya hingga shalat. Jika
suaminya enggan untuk bangun dia percikan air kewajahnya" (HR. Ahmad,
Nasai, dan Ibnu Majah dan derajatnya hasan shohih).
3. Lebih mengutamakan untuk melaksanakan kewajiban, daripada menuntut hak
Dalam membangun rumah tangga, suami dan istri memiliki hak dan kewajiban yang
saling sinergi satu sama lain. Untuk menghadirkan ketentraman, hendaknya
setiap individu lebih mengedepankan kewajiban daripada hak. Hal ini akan
menumbuhkan sikap saling pengertian dan rasa tanggung jawab. Sebaliknya,
tuntutan2 yang muncul dalam kehidupan rumahtangga dapat menyulut api
perpecahan diantara pasangan suami-istri.
4. Saling menutupi kekurangan pasangannya
Setiap suami pasti memiliki kekurangan, begitu juga dengan sang istri.
Kekurangan2 tsb sangat mungkin baru diketahui oleh pasangan masing2 setelah
menikah. Dengan saling menutupi kekurangan diri masing2, harmonisasi dalam
rumahtangga akan terjaga. Tidak seperti seleb yang saling mengungkapkan aib
pasangannya ke pihak lain, yang kemudian berakhir dengan perceraian. Prinsip
saling menutupi ini didasari oleh Surat Al Baqarah ayat 187, "..mereka
adalah pakaian bagimu, dan kamupun adalah pakaian bagi mereka..". Fungsi
pakaian adalah menutup aurat, sehingga dapat dipahami bahwa suami-istri
hendaknya saling menutupi kekurangannya satu sama lain.
5. Saling tolong menolong
Tolong menolong. Itulah kata kunci pasangan samara dalam mengelola keluarga.
Suami-istri itu akan berbagi peran dan tanggung jawab dalam mengelola
keluarga mereka. Sungguh indah gambaran pasangan suami-istri yang seperti
ini. Suaminya penuh rasa tanggung jawab, istrinya mampu menjaga kehormatan
diri dan pandai menempatkan diri.
Untuk
membangun keluarga sakinah minimal ditunjang oleh teladan, cinta
ilmu dan sistem yang islami. Hanya rumah tangga sakinah-lah
yang dapat menjadi fondasi tangguh bagi berdirinya masyarakat dan bangsa yang
beradab, maju, dan beriman. Insya Allah! .
Mudah
– mudahan sedikit tulisan ini bisa bermanfaat bagi kita semua, khususnya pada
saya pribadi dan kepada para pembaca pada umumnya. Akhir kata . Wassalamualaikum. Wr. Wb.
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silakan Anda posting komentar