Tugas yang sangat menarik
sekali menurut saya, karena baru kali ini ada tugas menulis lalu kemudian
mempostingnya ke dalam suatu blog, yang Insya Allah bisa dibaca oleh blogger
atau pengunjung internet lainnya, yang selalu haus akan ilmu baru. Dengan
berbagai opsi pilihan tema yang sangat menarik, yang mampu kita kembangakan
dengan referensi menjadi sebuah artikel yang sangat fantastis.
Dengan beberapa opsi tema yang ditawarkan, saya
(Rodianingsih/11094957/II.5B.24), memilih tema ”Membangun Generasi Rabbani”,
tidak tahu kenapa hati saya terpaut dengan tema tersebut, kelihatan sangat
menarik untuk dibahas dan dikaji lebih lanjut. Apa sihhh Generasi Rabbani
itu??? Bagaimana cara membangun generasi Rabbani tersebut???
Sesuatu di dunia ini memang tak ada yang abadi, selalu berganti dengan,
termasuk generasi penerus. Pergantian generasi merupakan sunnatullah yang pasti
akan terjadi pada suatu kaum atau bangsa. Apakah pergantian itu lebih baik atau
lebih buruk dari generasi sebelumnya tergantung pada kesungguhan dalam
mempersiapkan generasi yang akan datang. Jika dipersiapkan dengan baik dan
sungguh-sungguh insya Allah akan menghasilkan suatu generasi yang lebih baik.
Begitu pula sebaliknya jika asal-asalan akan menghasilkan suatu generasi yang lebih
buruk dari generasi pendahulunya.
Jika kita perhatikan kondisi pada akhir-akhir ini, jelas terlihat
adanya gejala demoralisasi di masyarakat. Kejahatan dan kekerasan hampir
menjadi konsumsi kita setiap hari di surat kabar dan televisi. Perzinahan,
aborsi dan kasus kecanduan narkoba menduduki peringkat tertinggi yang terjadi
pada generasi muda. Selain itu arus informasi yang masuk hampir tanpa batas,
seperti mode/gaya hidup orang barat, telah diadopsi tanpa filter (saringan) dan
dijadikan sebagai suatu kebiasaan dan kebanggaan.
Fenomena ini hendaknya dijadikan sebagai bahan renungan bagi kita.
Apakah selama ini kita menjaga diri, keluarga dan masyarakat di sekitar kita
agar tidak terkena dampak demoralisasi. Ataukah selama ini kita lupa dan
melalaikannya. Padahal Allah dengan jelas memberikan perintah kepada kita dalam
firmanNya, “Hai orang-orang yang beriman, jagalah dirimu dan keluargamu dari
api Neraka”. (At-Tahrim: 6).
Kita harus mewaspadai gejala ini,
sebab jika tidak, akan menimbulkan preseden buruk bagi generasi yang akan
datang. Kita bisa membayangkan seperti apa jadinya generasi yang akan datang
jika generasi sekarang seperti ini. Dan inilah yang Allah gambarkan sebagai
generasi yang buruk, suatu generasi yang akan membawa pada kehancuran dan
kesesatan. Allah berfirman, “Maka datanglah sesudah mereka, pengganti (yang
buruk) yang menyia-nyiakan shalat dan memperturutkan hawa nafsunya, maka mereka kelak akan menemui kesesatan”. (Maryam: 56).
Pada ayat ini Allah menjelaskan bahwa ada dua karakter utama dari generasi yang
buruk yaitu adla’ush-shalah (menyia-nyiakan shalat) dan ‘wattaba’usy-syahwat
(memperturutkan hawa nafsu).
Karakter pertama dari generasi
yang buruk adalah menyia-nyiakan shalat. Shalat merupakan tiang agama dan
amalan yang pertama kali dihisab pada hari Kiamat yang memiliki fungsi langsung
berkaitan dengan komunikasi seorang hamba dengan Rabb-nya.
Dalam suatu hadits Rasulullah
bersabda, “Sesungguhnya amalan yang pertama kali dihisab pada hari Kiamat
adalah shalat. Jika ia (shalatnya itu) baik, maka baik pula seluruh amalnya.
Sebaliknya jika jelek maka jelek pulalah seluruh amalnya”. (HR. Musli m).
Dari hadits ini menunjukkan bahwa shalat merupakan amalan utama yang akan mempengaruhi perbuatan yang lain. Dan secara psikologis orang yang selalu melaksanakan shalat dengan baik akan mempunyai benteng pertahanan dari perbuatan-perbuatan yang keji dan munkar, hal ini akibat adanya ikatan batin yang kuat antara seorang hamba dengan Rabb-nya. “Sesungguhnya shalat itu mencegah dari perbuatan keji dan munkar”. (Al-Ankabut: 45). Maka jelaslah suatu kaum atau generasi yang menyia-nyiakan shalat tidak akan mempunyai benteng yang kuat dari perbuatan yang keji dan munkar, sehingga akan cenderung melakukan kemaksiatan.
Karakter kedua dari generasi yang buruk adalah memper-turutkan hawa nafsu. Ke mana hawa nafsunya condong, ke situlah ia berjalan. Generasi seperti ini tidak memperdulikan apakah sesuatu yang ia lakukan halal atau haram, dosa atau berpahala, yang terpenting bagi mereka tercapai semua yang diinginkannya. Dalam hal
berpakaianpun yang penting mode atau sedang trend, tidak peduli apakah pakaian
tersebut menutupi aurat atau malah mempertontonkan aurat. Generasi seperti ini
hanya akan membawa kesesatan hidup di dunia dan di akhirat. (fana’udzu billah)
Dari hadits ini menunjukkan bahwa shalat merupakan amalan utama yang akan mempengaruhi perbuatan yang lain. Dan secara psikologis orang yang selalu melaksanakan shalat dengan baik akan mempunyai benteng pertahanan dari perbuatan-perbuatan yang keji dan munkar, hal ini akibat adanya ikatan batin yang kuat antara seorang hamba dengan Rabb-nya. “Sesungguhnya shalat itu mencegah dari perbuatan keji dan munkar”. (Al-Ankabut: 45). Maka jelaslah suatu kaum atau generasi yang menyia-nyiakan shalat tidak akan mempunyai benteng yang kuat dari perbuatan yang keji dan munkar, sehingga akan cenderung melakukan kemaksiatan.
Karakter kedua dari generasi yang buruk adalah memper-turutkan hawa nafsu. Ke mana hawa nafsunya condong, ke situlah ia berjalan. Generasi seperti ini tidak memperdulikan apakah sesuatu yang ia lakukan halal atau haram, dosa atau berpahala, yang terpenting bagi mer
Oleh karena itu, persiapan
pembentukan generasi yang akan datang mutlak suatu keharusan yang tidak bisa
dibantah lagi. Sehingga perlu dipersiapkan dengan sebaik-baiknya, baik yang
berkaitan dengan akidahnya, pendidikannya, muamalahnya, juga yang berkaitan
dengan akhlaknya, sehingga pergantian generasi yang berlangsung menghasilkan
generasi baru yang lebih baik daripada pendahulunya.
Banyak teladan yang bisa kita
ikuti dari para nabi dalam mempersiapkan generasi yang akan datang. Sebagai
contoh, dalam Al-Qur’an diungkapkan bahwa para nabi pun mempersiapkan masalah
peralihan generasi ini dengan sebaik-baiknya.
Kita bisa lihat pada surat
Al-Baqarah ayat 132 dan 133, Allah berfirman:
“Dan Ibrahim telah mewasiatkan ucapan itu kepada anak-anaknya, demikian pula Ya’qub. (Ibrahim berkata): ‘Hai anak-anakku! Sesungguhnya Allah telah memilih agama ini bagimu, maka janganlah kalian mati kecuali dalam memeluk agama Islam’. Adakah kamu hadir ketika Ya’qub kedatangan (tanda-tanda) maut, ketika ia berkata kepada anak-anaknya: ‘Apa yang kamu sembah sepeninggalku?’
“Dan Ibrahim telah mewasiatkan ucapan itu kepada anak-anaknya, demikian pula Ya’qub. (Ibrahim berkata): ‘Hai anak-anakku! Sesungguhnya Allah telah memilih agama ini bagimu, maka janganlah kalian mati kecuali dalam memeluk agama Islam’. Adakah kamu hadir ketika Ya’qub kedatangan (tanda-tanda) maut, ketika ia berkata kepada anak-anaknya: ‘Apa yang kamu sembah sepeninggalku?’
Mereka menjawab:
‘Kami akan menyembah Tuhan-mu dan Tuhan nenek moyangmu, Ibrahim, Isma’il, dan
Ishaq, (yaitu) Tuhan Yang Maha Esa dan kami hanya tunduk patuh kepadaNya’.”
Akhlak dan akidah generasi pengganti para nabi itu sama. Ada persamaan ideologi dan idealisme antara generasi pendahulu dengan generasi berikutnya. Kata ‘wawashs ha’ dalam ayat 132 di atas berarti berwasiat,
mendidik atau mengajarkan. Ini menunjukkan bahwa upaya mempersiapkan generasi
pengganti supaya lebih baik daripada generasi pendahulunya dilakukan melalui
proses pendidikan dan pembinaan. Dan, nilai-nilai atau ideologi yang
diwasiatkan atau diwariskan oleh generasi pendahulu itu tidak lain adalah
nilai-nilai dan ideologi Islam. Kata ‘bi ha’ dalam ayat ini menunjukkan
pengertian pada kalimat sebelum-nya (pada ayat 131), yaitu keislaman.
Kemudian, dalam ayat 132 ini digunakan kata ‘isthafa’ yang mengandung arti ada kesadaran untuk memberikan alternatif terbaik. ‘isthafa’ ini bukan sekadar memberikan pilihan, atau disuruh memilih, tetapi mengajarkan, memilih, dan memberikan alternatif terbaik. ‘Innallaha isthafa lakum ad-diina’ (sesungguhnya Allah telah memilihkan agama ini buat kalian). Jika kata-kata ‘diin’ (agama) disertai alif-lam (ini disebut alif-lam ma’rifat), maka kalimat ini menunjukkan kekhususan terhadap agama yang dimaksud, yaitu Islam. Ini berbeda dengan kata ‘diin’ (tanpa alif-lam), yang berarti agama dalam arti luas. Jadi, yang dimaksud ‘ad-diin’ dalam ucapan Ibrahim ini adalah jelas diinul Islam. Sehingga pada akhir ayat ini dinyatakan: “fa la tamutunna illa wa antum musli muun” (maka
janganlah kalian mati kecuali dalam memeluk agama Islam). Ini menunjukkan,
bahwa bukan kematiannya yang perlu kita takuti, tetapi yang harus ditakuti
adalah mati tidak dalam keadaan Islam. Jika mati pun dilarang kecuali dalam
keadaan Islam, maka apalagi pada waktu hidup. Inilah yang berkaitan dengan
islamiyyatul hayah atau Islamisasi kehidupan, baik ekonomi kita, pendidikan,
politik, ataupun teknologi dan lain-lainnya.
Ayat selanjutnya, Al-Baqarah ayat 133, mengungkapkan tentang bagaimana perhatian (kekhawati ran) Nabi Ya’qub
terhadap anak-anaknya (generasi pengganti) dalam hal akidah dan ideologi
mereka. Dalam ayat ini Allah menggambarkan, “Adakah kamu hadir ketika Ya’qub
kedatangan (tanda-tanda) maut, ketika ia ber-kata kepada anak-anaknya: ‘Apa
yang kamu sembah sepeninggal-ku?”
Akhlak dan akidah generasi pengganti para nabi itu sama. Ada persamaan ideologi dan idealisme antara generasi pendahulu dengan generasi berikutnya. Kata ‘wawas
Kemudian, dalam ayat 132 ini digunakan kata ‘isthafa’ yang mengandung arti ada kesadaran untuk memberikan alternatif terbaik. ‘isthafa’ ini bukan sekadar memberikan pilihan, atau disuruh memilih, tetapi mengajarkan, memilih, dan memberikan alternatif terbaik. ‘Innallaha isthafa lakum ad-diina’ (sesungguhnya Allah telah memilihkan agama ini buat kalian). Jika kata-kata ‘diin’ (agama) disertai alif-lam (ini disebut alif-lam ma’rifat), maka kalimat ini menunjukkan kekhususan terhadap agama yang dimaksud, yaitu Islam. Ini berbeda dengan kata ‘diin’ (tanpa alif-lam), yang berarti agama dalam arti luas. Jadi, yang dimaksud ‘ad-diin’ dalam ucapan Ibrahim ini adalah jelas diinul Islam. Sehingga pada akhir ayat ini dinyatakan: “fa la tamutunna illa wa antum mu
Ayat selanjutnya, Al-Baqarah ayat 133, mengungkapkan tentang bagaimana perhatian (kekha
Inilah yang dikatakan pewarisan keyakinan, akidah dan
ideologi serta prinsip hidup (manhajul hayah) yang harus kita persiapkan bagi
generasi penerus kita. Dan jawaban mereka (generasi
putra-putra Nabi Ya’qub) sesuai dengan akhlak dan akidah generasi pendahulunya.
Seperti kelanjutan ayat tadi, “Mereka menjawab:
‘Kami akan menyembah Tuhanmu dan Tuhan nenek moyangmu, Ibrahim, Isma’il, dan
Ishaq, (yaitu) Tuhan Yang Maha Esa dan kami hanya tunduk patuh kepadaNya’.”
Inilah contoh proses regenerasi yang dipersiapkan, yang tidak semata-mata berkaitan dengan masalah materi, tetapi juga berkaitan dengan manhajul hayahnya, prinsip hidupnya.
Dari teladan di atas jelas terlihat bahwa dalam mempersiapkan generasi diawali dari keluarga. Keluarga sebagai lingkungan pertama bagi pertumbuhan seorang anak menjadi faktor terpenting yang mempengaruhi watak dan perkembangan psikologisnya. Keluarga yang penuh barakah, sakinah, dan diliputi oleh mawaddah wa rahmah (ketulusan cinta dan kasih sayang) merupakan lingkungan yang baik dalam membentuk generasi rabbani.
Dan, inilah sebetulnya tujuan
utama dari pernikahan sebagaimana yang Allah firmankan, “Dan di antara
tanda-tanda kekuasaanNya ialah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu
sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikanNya
di antaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya yang demikian itu benar-benar
terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir”. (Ar-Ruum: 21).
Generasi Rabbani adalah generasi
yang baik, penuh dengan keridhaan dan kasih sayang Allah serta hidupnya selalu
dihiasi dengan Al-Qur’an dan As-Sunnah. Dalam surat Al-Furqaan, Allah
menyebutkan mereka sebagai
‘ibaddurrahmaan’, yakni hamba yang disayangi dan dikasihi Allah. Generasi
Rabbani sebagai seorang musli m
adalah tumpuan dan harapan yang akan membawa kemajuan Islam dan tegaknya
kalimatullah di bumi ini.
Dalam surat
Al-Maidah ayat 54 Allah berfirman:
“Hai orang-orang yang beriman, barangsiapa di antara kamu yang murtad dari agamanya, maka kelak Allah akan mendatangkan suatu kaum yang Allah mencintai mer
Dari ayat ini bisa ditarik sebuah
kesimpulan bahwa karakteristik dari generasi rabbani yang pertama adalah
‘yuhibbu-hum wa yuhibbuunahu’, mereka mencintai
Allah, melaksanakan perintah Allah, menjauhi larangan-Nya, tidak mau terlibat
dalam kebobrokan-kebobrokan mental generasinya, mempunyai hati yang bersih, dan
Allah pun mencintai mereka. Karakter kedua yaitu adzillatin ‘alal mu’minin
a’izzatin ‘alal kafirin, rendah hati terhadap orang mu’min dan keras terhadap
orang kafir. Dan karakter yang ketiga adalah mereka bergerak
dan berjuang di jalan Allah dan mereka tidak
khawati r atau takut terhadap celaan
orang-orang yang suka mencela. Karena mereka menyadari
bahwa itu merupakan suatu resiko dalam perjuangan.
Inilah generasi rabbani yang merupakan sosok musli m yang ideal. Mudah-mudahan kita bisa
membimbing dan mendidik keturunan dan keluarga kita agar menjadi
generasi-generasi rabbani yang akan meneruskan perjuangan dan tegaknya diinul
Islam. Sebab jika tidak maka tunggulah kehancurannya.
Inilah generasi rabbani yang merupakan sosok mu
بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ
الْعَظِيْمِ، وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ اْلآيَاتِ وَالذِّكْرِ
الْحَكِيْمِ، وَتَقَبَّلَ اللهُ مِنِّيْ وَمِنْكُمْ تِلاَوَتَهُ، إِنَّهُ هُوَ
السَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ. وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ لِيْ وَلَكُمْ.
Marilah kita
sebagai penerus bangsa dan agama tercinta, terus berusaha menjadi Generasi
Rabbani, Para ulama menyebutnya sebegai
generasi yang memiliki ciri-ciri istimewa sebagai berikut, yaitu 1) ‘Aalim, yaitu orang yang mendalam ilmunya; 2) Faqieh, yaitu orang yang
benar dan mendalam pemahaman agamanya; 3) Haliem, yaitu orang yang sabar dan santun; 4) Hakiem, yaitu orang yang memiliki sikap bijaksana; 5)‘Aabid, yaitu orang yang ahli ibadah, dan 6)Muttaqie, yaitu orang yang
ahli taqwa. Selalu percaya akan ketentuan dan kepantasan dari apa yang
diberikan Allah, dan terus berusaha memperkaya ilmu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silakan Anda posting komentar