Kamis, 29 Desember 2011

MEMBANGUN KESALEHAN SOSIAL


NAMA  : DEA DELVIA                                      NIM       : 12110328                                           KELAS    : 12. 2B. 24
JUDUL :NAMA  : DEA DELVIA                                      NIM       : 12110328                                           KELAS    : 12. 2B. 24
JUDUL : MEMBANGUN KESALEHAN SOSIAL
“Hai orang – orang yang beriman, rukuklah kamu, sujudlah kamu, sembahlah Tuhanmu dan berbuatlah kebajikan, supaya kamu mendapatkan kemenangan.” (QS. Al – Hajj : 77). Ayat ini ditutup dengan perintah berbuat baik secara umum dalam hubungan horizontal dengan manusia setelah perintah untuk membangun hubungan vertical dengan Allah SWT, dengan shalat dan ibadah lainnya. Oleh sebab itu, perintah ibadah dimaksudkan agar umat islam selalu terhubung dengan Allah SWT sehingga kehidupan berdiri diatas pondasi yang kukuh dan jalur yang dapat membawa kepada-Nya. Sedangkan perintah untuk melakukan kebaikan dapat membangkitkan kehidupan yang istiqamah dan kehidupan masyarakat yang penuh dengan suasana kasih sayang. Secara redaksional, ternyata Allah SWT mendahulukan kesalehan personal dari kesalehan sosial. Ini berarti bahwa untuk membangun kesalehan sosial, harus dimulai dengan kesalehan personal. Atau kesalehan personal akan memberikan kekuatan untuk saleh juga secara sosial. Bahkan seluruh perintah beribadah kepada Allah SWT dimaksudkan agar lahir darinya kesalehan sosial, seperti shalat misalnya, bagaimana ia bisa mencegah dari perbuatan keji dan munkar. Dalam tataran tafsir Al – Qur’an dengan Al – Qur’an, terdapat beberapa hubungan dan kerelasi (munasabah) yang sangat erat antara kesalehan personal dan sosial dengan nilai – nilai mulia dari ajaran islam. Untuk menggapai predikat ihsan misalnya, seseorang dituntut untuk mampu sholeh secara individu dan sosial yang diwakili dengan shalat malam dan berinfaq, “Sesungguhnya mereka sebelum itu didunia adalah orang-orang yang berbuat kebaikan. Didunia mereka sedikit sekali tidur diwaktu malam. Dan selalu memohon ampunan diwaktu pagi sebelum fajar. Dan pada harta-harta mereka ada hak untuk orang miskin yang tidak mendapat bagian.” (QS. Adz – Dzariyat : 16 – 19). Ibnu Asyur mengomentari ayat ini dengan menjelaskan bahwa dua bentuk amal inilah sangat berat untuk dilakukan karena : Pertama, bangun malam merupakan sesuatu yang sangat berat kerana mengganggu istirahat seseorang. Padahal amal itu merupakan amal yang paling utama untuk membangunkan kesalehan personal seseorang. Kedua, amal yang melibatkan harta terkadang sangat sukar untuk dipenuhi kerana manusia pada dasarnya memiliki sifat kikir dengan sangat mencintai hartanya. Disinilah Allah SWT menguji kesalehan sosial seseorang dengan memintanya untuk mengeluarkan sebagian harta untuk mereka yang membutuhkan. Nilai yang terkait dengan nilai kesalehan ini, adalah sebab utama yang paling menjerumuskan seseorang ke dalam neraka karena tidak mampu membentengi diri dengan dua kesalehan tersebut, seperti pernyataan jujur penghuni neraka yang diabadikan Allah SWT dalam firman-Nya, “Apakah yang memasukkan kamu kedalam Saqar (neraka)? Mereka menjawab, ‘ kami dahulu tidak termasuk orang-orang yang mengerjakan shalat dan kami tidak pula member makan orang miskin dan adlah kami membicarakan yang batil, bersama orang-orang yang membicarakannya.” (QS. Al – Mudatsir : 42 – 45) Resep agar tidak bersifat keluh kesah lagi kikir juga sangat terkait dengan kemampuan seseorang membangun dalam dirinya dua kesalehan tersebut secara simultan. Allah SWT member jaminan, “Kecuali orang-orang yang mengerjakan shalat, yang mereka itu tetap mengerjakan shalatnya, dan orang-orang dalam hartanya tersedia bagia tertentu, bagi orang miskin yang meminta dan orang yang tidak memiliki apa – apa (yang tidak mau meminta).” (QS. Al – Ma’arij : 22 – 25). Berapa banyak dari umat ini yang hanya mementingkan saleh sosial tapi lupa akan hubungan baik dengan Allah SWT. Sebaliknya, banyak juga yang saleh secara personal namun ketika berhadapan dengan sosial, ia larut dan tidak mampu membangun kesalehan ditengah – tengah mereka. Sungguh umat ini sangat membutuhkan kehadiran komunitas yang saleh secara personal, dalam arti mampu menjaga hubungan baik dengan Allah SWT. Saleh secara sosial dalam arti mampu memelihara hubungan baik dan member kebaikan dan manfaat yang besar bagi kemanusiaan.


“Hai orang – orang yang beriman, rukuklah kamu, sujudlah kamu, sembahlah Tuhanmu dan berbuatlah kebajikan, supaya kamu mendapatkan kemenangan.” (QS. Al – Hajj : 77). Ayat ini ditutup dengan perintah berbuat baik secara umum dalam hubungan horizontal dengan manusia setelah perintah untuk membangun hubungan vertical dengan Allah SWT, dengan shalat dan ibadah lainnya. Oleh sebab itu, perintah ibadah dimaksudkan agar umat islam selalu terhubung dengan Allah SWT sehingga kehidupan berdiri diatas pondasi yang kukuh dan jalur yang dapat membawa kepada-Nya. Sedangkan perintah untuk melakukan kebaikan dapat membangkitkan kehidupan yang istiqamah dan kehidupan masyarakat yang penuh dengan suasana kasih sayang. Secara redaksional, ternyata Allah SWT mendahulukan kesalehan personal dari kesalehan sosial. Ini berarti bahwa untuk membangun kesalehan sosial, harus dimulai dengan kesalehan personal. Atau kesalehan personal akan memberikan kekuatan untuk saleh juga secara sosial. Bahkan seluruh perintah beribadah kepada Allah SWT dimaksudkan agar lahir darinya kesalehan sosial, seperti shalat misalnya, bagaimana ia bisa mencegah dari perbuatan keji dan munkar. Dalam tataran tafsir Al – Qur’an dengan Al – Qur’an, terdapat beberapa hubungan dan kerelasi (munasabah) yang sangat erat antara kesalehan personal dan sosial dengan nilai – nilai mulia dari ajaran islam. Untuk menggapai predikat ihsan misalnya, seseorang dituntut untuk mampu sholeh secara individu dan sosial yang diwakili dengan shalat malam dan berinfaq, “Sesungguhnya mereka sebelum itu didunia adalah orang-orang yang berbuat kebaikan. Didunia mereka sedikit sekali tidur diwaktu malam. Dan selalu memohon ampunan diwaktu pagi sebelum fajar. Dan pada harta-harta mereka ada hak untuk orang miskin yang tidak mendapat bagian.” (QS. Adz – Dzariyat : 16 – 19). Ibnu Asyur mengomentari ayat ini dengan menjelaskan bahwa dua bentuk amal inilah sangat berat untuk dilakukan karena : Pertama, bangun malam merupakan sesuatu yang sangat berat kerana mengganggu istirahat seseorang. Padahal amal itu merupakan amal yang paling utama untuk membangunkan kesalehan personal seseorang. Kedua, amal yang melibatkan harta terkadang sangat sukar untuk dipenuhi kerana manusia pada dasarnya memiliki sifat kikir dengan sangat mencintai hartanya. Disinilah Allah SWT menguji kesalehan sosial seseorang dengan memintanya untuk mengeluarkan sebagian harta untuk mereka yang membutuhkan. Nilai yang terkait dengan nilai kesalehan ini, adalah sebab utama yang paling menjerumuskan seseorang ke dalam neraka karena tidak mampu membentengi diri dengan dua kesalehan tersebut, seperti pernyataan jujur penghuni neraka yang diabadikan Allah SWT dalam firman-Nya, “Apakah yang memasukkan kamu kedalam Saqar (neraka)? Mereka menjawab, ‘ kami dahulu tidak termasuk orang-orang yang mengerjakan shalat dan kami tidak pula member makan orang miskin dan adlah kami membicarakan yang batil, bersama orang-orang yang membicarakannya.” (QS. Al – Mudatsir : 42 – 45) Resep agar tidak bersifat keluh kesah lagi kikir juga sangat terkait dengan kemampuan seseorang membangun dalam dirinya dua kesalehan tersebut secara simultan. Allah SWT member jaminan, “Kecuali orang-orang yang mengerjakan shalat, yang mereka itu tetap mengerjakan shalatnya, dan orang-orang dalam hartanya tersedia bagia tertentu, bagi orang miskin yang meminta dan orang yang tidak memiliki apa – apa (yang tidak mau meminta).” (QS. Al – Ma’arij : 22 – 25). Berapa banyak dari umat ini yang hanya mementingkan saleh sosial tapi lupa akan hubungan baik dengan Allah SWT. Sebaliknya, banyak juga yang saleh secara personal namun ketika berhadapan dengan sosial, ia larut dan tidak mampu membangun kesalehan ditengah – tengah mereka. Sungguh umat ini sangat membutuhkan kehadiran komunitas yang saleh secara personal, dalam arti mampu menjaga hubungan baik dengan Allah SWT. Saleh secara sosial dalam arti mampu memelihara hubungan baik dan member kebaikan dan manfaat yang besar bagi kemanusiaan.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silakan Anda posting komentar