Nim : 11094933Nama : Dede Irma Muslimah
Kelas : 115B24
RIBA DALAM ISLAM
Definisi Riba Menurut Koperasi Syariah :
Riba berarti menetapkan bunga/melebihkan jumlah pinjaman saat pengembalian berdasarkan persentase tertentu dari jumlah pinjaman pokok, yang dibebankan kepada peminjam. Riba secara bahasa bermakna: ziyadah (tambahan). Dalam pengertian lain, secara linguistik riba juga berarti tumbuh dan membesar . Sedangkan menurut istilah teknis, riba berarti pengambilan tambahan dari harta pokok atau modal secara bathil. Ada beberapa pendapat dalam menjelaskan riba, namun secara umum terdapat benang merah yang menegaskan bahwa riba adalah pengambilan tambahan, baik dalam transaksi jual-beli maupun pinjam-meminjam secara bathil atau bertentangan dengan prinsip muamalat dalam Islam.
Riba bukan cuma persoalan masyarakat Islam, tapi berbagai kalangan di luar Islam pun memandang serius persoalan riba. Kajian terhadap masalah riba dapat dirunut mundur hingga lebih dari 2.000 tahun silam. Masalah riba telah menjadi bahasan kalangan Yahudi, Yunani, demikian juga Romawi. Kalangan Kristen dari masa ke masa juga mempunyai pandangan tersendiri mengenai riba
Riba Dalam Islam Menurut MUI
Fatwa MUI No.1 Tahun 2004 Tentang Bunga
Pertama : Pengertian Bunga dan Riba
1. Bunga adalah tambahan yang dikenakan dalam transaksi pinjaman uang (al-Qardh) yang diperhitungkan dari pokok pinjaman tanpa mempertimbangkan pemanfaatan/hasil pokok tersebut, berdasarkan tempo waktu, diperhitungkan secara pasti di muka, dan pada umumnya berdasarkan persentase.
2. Riba adalah tambahan (ziyadah) tanpa imbalan yang terjadi karena penangguhan dalam pembayaran yang diperjanjikan sebelumnya. Dan inilah yang disebut riba nasi’ah.
Kedua : Hukum Bunga
1. Praktek pembungaan uang saat ini telah memenuhi kriteria riba yang terjadi pada zaman Rasulullah Saw, yakni riba nasi’ah. Dengan demikian, praktek pembungaan uang ini termasuk salah satu bentuk riba, dan riba haram hukumnya.
2. Praktek pembungaan tersebut hukumnya adalah haram, baik dilakukan oleh bank, asuransi, pasar modal, pegadaian, koperasi, dan lembaga keuangan lainnya maupun dilakukan oleh individu.
Ketiga : Bermuamalah dengan Lembaga Keuangan Konvensional
1. Untuk wilayah yang sudah ada kantor/jaringan Lembaga Keuangan Syari’ah dan mudah dijangkau, tidak dibolehkan melakukan transaksi yang didasarkan kepada perhitungan bunga.
2. Untuk wilayah yang belum ada kantor/jaringan Lembaga Keuangan Syari’ah diperbolehkan melakukan kegiatan transkasi di lembaga keuangan konvensional berdasarkan prinsip darurat/hajat.
Jakarta. 05 Dzulhijjah 1424 H 24 Januari 2004
MAJELIS ULAMA INDONESIA
KOMISI FATWA,
Ketua: K.H. Ma’ruf Amin
Sekretaris: Drs. Hasanudin, M.Ag
Riba Dalam Islam | Definisi Riba Hukum Riba Contoh Riba
Dalam Islam, memungut riba atau mendapatkan keuntungan berupa
riba pinjaman adalah haram. Ini dipertegas dalam Al-Qur’an Surah
Al-Baqarah ayat 275 : …padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan
mengharamkan riba…. Pandangan ini juga yang mendorong maraknya perbankan
syariah dimana konsep keuntungan bagi penabung didapat dari sistem bagi
hasil bukan dengan bunga seperti pada bank konvensional, karena menurut
sebagian pendapat (termasuk Majelis Ulama Indonesia), bunga bank
termasuk ke dalam riba.
Bagaimana suatu akad itu dapat dikatakan riba? hal yang mencolok
dapat diketahui bahwa bunga bank itu termasuk riba adalah ditetapkannya
akad di awal. Jadi ketika kita sudah menabung dengan tingkat suku bunga
tertentu, maka kita akan mengetahui hasilnya dengan pasti.
Berbeda dengan prinsip bagi hasil yang hanya memberikan nisbah bagi
hasil bagi deposannya. Dampaknya akan sangat panjang pada transaksi
selanjutnya, yaitu bila akad ditetapkan di awal/persentase yang
didapatkan penabung sudah diketahui, maka yang menjadi sasaran untuk
menutupi jumlah bunga tersebut adalah para pengusaha yang meminjam modal
dan apapun yang terjadi, kerugian pasti akan ditanggung oleh peminjam.
Berbeda dengan bagi hasil yang hanya memberikan nisbah tertentu pada
deposannya. Maka yang di bagi adalah keuntungan dari yang didapat
kemudian dibagi sesuai dengan nisbah yang disepakati oleh kedua belah
pihak. Contoh nisbahnya adalah 60%:40%, maka bagian deposan 60% dari
total keuntungan yang didapat oleh pihak bank.
Fatwa MUI no 1 tahun 2004 tentang
bunga bank riba dikeluarkan, sebelum adanya fatwa ini keharaman bunga bank memang masih banyak
diperdebatkan, organisasi masa Islam yang besar-besar pun saat itu belum
menyatakan bahwa bunga bank adalah riba. Tetapi setelah adanya fatwa
yang dikeluarkan oleh Komisi Fatwa – Majelis Ulama Insonesia – yang
mewakili seluruh elemen penting umat Islam negeri ini – maka sudah tidak ada lagi yang perlu diperdebatkan, tinggal tantangannya
adalah bagaimana kita bisa mengikuti fatwa para ulama ini dengan
mencari solusinya.
Karena isi dari fatwa tersebut diatas tidak hanya terbatas pada
produk-produk perbankan tetapi juga menyangkut seluruh produk-produk
institusi keuangan lainnya, lantas bagaimana para eksekutif dan karyawan
perbankan serta industri keuangan lainnya merespon fatwa ini ?. Secara
umum saat itu saya berusaha memetakannya kedalam empat kelompok yang
merespon-nya secara berbeda.
Kelompok pertama adalah kelompok yang tidak tahu atau tidak mau tahu
tentang adanya fatwa tersebut diatas – bagi kelompok ini, ada atau tidak
adanya fatwa riba ini tidak berpengaruh sama sekali terhadap
pekerjaannya hingga kini. Kelompok yang kedua adalah kelompok yang tahu
ada fatwa ini – tetapi mereka merasa ‘lebih tahu’ tentang haram tidaknya
bunga bank – maka bagi kelompok yang kedua ini fatwa diatas juga tidak
berpengaruh pada pekerjaannya.
Kelompok yang ketiga adalah kelompok yang menerima fatwa tersebut dan
berusaha mentaatinya – hanya tidak atau belum tahu harus bagaimana.
Kelompok yang keempat adalah kelompok yang menerima fatwa tersebut dan
mulai membuat rencana-rencana bagaimana menjauhi riba dalam kehidupan
modern yang bentuk-bentuk ribanya sudah sangat sophisticated ini. Untuk
kelompok ketiga dan keempat inilah tulisan ini saya buat, mudah-mudahan
bermanfaat.
Pasca keluarnya fatwa tersebut diatas, saya juga berusaha memetakan
lebih jauh lagi seperti apa sesungguhnya riba yang mengepung kehidupan
kita sehari-hari ini – bukan hanya mengepung para eksekutif dan pekerja
di perbankan dan industri keuangan lainnya, tetapi mengepung seluruh
masyarakat pekerja. Kepungan riba atau saya sebut sebagai lingkaran riba
ini dapat dilihat pada ilustrasi dibawah ini. Lingkaran merah adalah
ribanya, sedangkan garis-garis putih adalah celah-celah dimana kita bisa
(berusaha) keluar dari lingkaran riba ini. Anda bisa perhatikan bahwa
celah ini begitu kecil untuk menunjukkan betapa susahnya keluar dari
lingkaran riba itu sekarang.
Melihat betapa sulitnya kita keluar dari
lingkaran riba di jaman ini, maka sangat bisa jadi jaman ini adalah
jaman yang sudah dikabarkan ke kita oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi
Wassalam melalui haditsnya :
“Sungguh akan datang pada manusia suatu masa (ketika) tiada
seorangpun di antara mereka yang tidak akan memakan (harta) riba. Siapa
saja yang (berusaha) tidak memakannya, maka ia tetap akan terkena debu
(riba)nya” (HR Ibnu Majah, HR Sunan Abu Dawud, HR. al-Nasa’i dari Abu
Hurairah).
Untuk menggambarkan betapa riba tersebut telah mengepung Anda, berikut adalah situasinya :
· Bila Anda bekerja di perusahaan atau instansi apapun kini, hampir
dapat dipastikan perusahaan atau instansi Anda menaruh sebagian besar
dananya di bank konvensional dalam bentuk rekening koran, deposito dlsb.
Bunga kemudian mengalir ke rekening ini – dan sampai pula ke gaji Anda,
tunjangan, bonus dlsb.
· Selain gaji, sebagai karyawan Anda juga memperoleh jaminan
kesehatan, dana pensiun, jaminan perlindungan kecelakaan kerja dlsb.
Dimana dana-dana ini dikelola ? lagi-lagi mayoritasnya adalah di
industri keuangan konvensional yang terkena fatwa riba tersebut diatas.
· Darimana Anda bisa tahu bahwa sebagian besar perusahaan atau
instansi menggunakan bank dan industri keuangan konvensional untuk
menaruh atau mengelola uangnya ?, Anda bisa tahu dari pangsa pasar bank
dan industri keuangan syariah yang masih sangat kecil dibandingkan
dengan yang konvensional. Artinya mayoritas perusahaan dan instansi
masih menggunakan yang konvensional ketimbang yang syariah.
Terlepas dari adanya kritik sebagian masyarakat yang menyatakan bahwa
bank dan industri keuangan syariah-pun belum sepenuhnya syar’i, saya
condong untuk mengajurkan penggunaan yang sudah berusaha menuju yang
syar’i ini ketimbang yang terang-terangan tidak menghiraukan fatwa riba
tersebut diatas.
Untuk bank konvensional yang infrastruktur teknologi dan layanannya
sudah jauh lebih unggul yang dalam realitasnya sudah banyak memberi
manfaat untuk kepentingan transfer dana dlsb. Bisa saja bank-bank
seperti ini tetap digunakan tetapi produk-produk ribawinya harus
dihilangkan. Rekening koran misalnya tidak usah diberi bunga, tetapi
gantinya diberikan dalam bentuk layanan yang sebaik-baiknya – karena
masyarakat yang sadar keharaman bunga bank tidak membutuhkan bunga
tetapi membutuhkan layanan yang baik. Produk semacam deposito misalnya,
tidak perlu lagi digunakan karena kalau ada kelebihan dana – diputar di
bisnis yang riil insyaAllah sudah akan lebih baik daripada sekedar
ditaruh di deposito.
Untuk produk-produk asuransi, dana pensiun, jaminan kesehatan ,
jaminan kecelakaan kerja dlsb. menurut saya harus ada perlindungan
konsumen muslim secara maksimal, jangan sampai pemenuhan kebutuhan hajat
hidup orang banyak ini dipenuhi atau dikelola secara ribawi. Bayangkan
misalnya ada keluarga Anda jatuh sakit, tetapi kemudian dirawat oleh
perusahaan dengan jaminan asuransi yang dikelola secara ribawi
(berdasarkan fatwa tersebut diatas) – do’a orang sakit yang seharusnya
terkabulkan menjadi tidak terkabulkan karena pengaruh riba yang bisa
jadi tidak Anda sadari.
Begitu pula ketika Anda berangkat pensiun, sudah seharusnya pada usia
ini Anda berusaha mendekat kepada Sang Maha Pencipta. Tetapi tanpa Anda
sadari, dana pensiun yang Anda gunakan sebagai bekal sebagiannya
berasal dari riba yang terbawa oleh pengelolaan dana pensiun yang juga
belum menghiraukan fatwa riba tersebut diatas.
Solusi bank syariah, asuransi syariah, dana pensiun syariah dlsb.
bisa terus disempurnakan dan diupayakan untuk menjadi solusi yang
bener-bener syar’i; namun solusi syar’i yang paling luas aplikasinya dan
sesuai tuntunan yang sesungguhnya adalah menggalakkan perdagangan atau
jual beli dan sedekah. Di dalam Al-Quran, ‘lawan’ dari riba hanyalah
jual beli dan sedekah; maka inilah yang seharusnya digalakkan di
masyarakat dan diajarkan sejak anak-anak. Anak-anak lebih baik diajari
berdagang dan bersedekah ketimbang diajari menabung.
“… Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba…” (QS 2 : 275)
“Allah memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah…” (QS 2 : 276).
Tetapi jual beli-pun mudah sekali terjatuh pada riba bila tidak
mengikuti ketentuan syariat jual beli, inilah sebabnya mengapa Umar bin
Khattab ketika menjadi muhtasib (pengawas pasar)sering mengingatkan
masyarakatnya untuk tidak berjualan dipasarnya bila tidak memahami
syariat jual beli. Salah satu dari upaya konkrit untuk menumbuhkan
keahlian dan kesempatan bagi masyarakat untuk bisa berjual beli secara
syar’i ini kami wujudkan dalam bentuk antara lain berdirinya Al Tijaarah
Institute yang hadir bersamaan dengan Bazaar Madinah, lha wonguntuk
menumbuh suburkan yang riba saja ada institut-institut-nya kok – masak
kita tidak membangun kekuatan yang minimal sama untuk melawannya !,.
InsyaAllah…
Rektor UMM: Bunga Bank Beda dengan Riba
MALANG–Rektor Universitas Muhammadiyah Malang, Muhadjir Effendy,
mengungkapkan persoalan bunga bank sebenarnya masih belum menemui
keputusan final dari Majelis Tarjih. Soal haram-halal bunga bank itu
akan diserahkan lagi pada PP Muhammadiyah untuk dibahas di Muktamar
Muhammadiyah di Yogyakarta mendatang.
Menurut Muhadji, bunga bank tidak sama dengan riba. ‘’Saya sendiri
tidak setuju kalau bunga bank itu diputuskan haram. Sebab, antara bunga
bank dan riba itu beda,’’ jelasnya di Malang.
Alasannya, riba itu merupakan saudara kembar transaksi. Tidak akan ada
transaksi tanpa riba. Begitu juga sebaliknya, tidak akan terjadi
transaksi, tanpa ada riba. Hanya saja, kata dia, transkasi itu
dikehendaki, sedangkan riba tidak. Tapi, keduanya tak mungkin bisa
dipisahkan. Ibaratnya, dua sisi mata uang seperti laki-laki dan
perempuan. Keduanya berpasangan, tapi lain jenis.
Sedangkan riba itu sendiri, menurut dia, ada dua. Ada riba yang
tidak dikehendaki, ada juga riba yang tak bisa dihindari. Itu pun,
menurut dia, masih bisa diperinci lagi, ada riba yang disengaja dan ada
riba yang tak disengaja. ‘’Ini terjadi karena terkait dengan manfaat
dan risiko,’’ tutur dia.
Dalam bertransaksi, menurut Muhadjir, apakah masuk kategori riba
jika yang meminjam modal ke bank itu mendapatkan manfaat justru lebih
besar lagi. Begitu juga dengan pemilik modal yang memberikan pinjaman,
apakah salah jika mendapat tambahan pengembalian, karena sudah
menanggung resiko.
Di Mata NU, Hukum Bunga Bank Masih Khilafiyah
Berbeda dengan MUI dan Muhammadiyah, NU justru menilai bunga bank
belum sepenuhnya diharamkan, karena masih ada yang khilaf (beda
pendapat) soal penetapan hukum haram itu.
“NU kan dulu sudah ada yang membahas, hukumnya ada khilafiyah. Ada
yang membolehkan, ada juga yang mengharamkan,” kata mantan anggota
Mustasyar PBNU KH Ma’ruf Amin, Ahad (4/4/2010).
Menurut anggota wantimpres ini, dalam musyawarah nasional alim ulama
NU pada 1992 di Lampung, para ulama NU tidak memutus hukum bunga bank
haram mutlak. Memang ada beberapa ulama yang mengharamkan, tetapi ada
juga yang membolehkan karena alasan darurat dan alasan-alasan lain.
…dalam pembahasan NU, bunga bank hukumnya khilafiyah. Ada yang membolehkan, ada juga yang mengharamkan…
“Ketika tahun 1992, munas alim ulama tidak membuat keputusan
tunggal, karena menghargai adanya perbedaan yang terjadi antara ulama
dengan dalilnya masing-masing. Makanya hukum bunga bank masih
khilafiyah (ada perbedaan),” kata dia.
Namun demikian, dalam Munas saat itu, ulama NU sudah
merekomendasikan kepada negara agar segera memfasilitasi terbentuknya
perbankan syariah atau perbankan yang menggunakan asas-asas dan dasar
hukum Islami dalam bertransaksi.
“Tapi saat itu keputusannya agar segera dibentuk bank Islami yang
sesuai syariah. Mungkin dalam bahasa sekarang itu, ya bank syariah,”
pungkasnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silakan Anda posting komentar