Membentuk Keluarga Mujahid
Tadabbur Surat Al-Ahzab ayat 33-36: “Dan berdiamlah kalian wanita dirumah dan janganlah bersolek/bertingkah
laku layaknya bersoleknya/bertingkah lakunya wanita jahiliyah…”
Ayat ini merupakan salah satu bukti penghormatan dan penjagaan Islam
terhadap wanita. Selain diwajibkan berhijab, wanita sangat dimuliakan
sehingga ia hanya dapat keluar rumah hanya untuk hal-hal yang mendesak
saja, seperti untuk keperluan menuntut ilmu. Itupun ilmu yang terkait
dengan masalah-masalah kewanitaan, seperti pendidikan anak, kesehatan
wanita dan lainnya. Apabila terpaksa juga harus menuntut ilmu selain
itu, niatnya ilmu tersebut tetap harus untuk diamalkan di dalam rumah.
Bahkan Allah swt melarang mereka untuk bersolek dan bertingkah laku
layaknya wanita jahiliyyah. Semua ini memperkecil keinginan orang untuk
menggodanya, yang pada akhirnya meminimalisasi kemungkinan kejahatan
seperti perkosaan dan pelecehan seksual lainnya.
Wanita dalam Islam memiliki tugas yang amat mulia bahkan yang jauh
lebih mulia daripada segala profesi wanita karir. Tugas itu adalah
“tarbiyatul mujahiddin”, yaitu membentuk generasi mujahiddin, keluarga
yang dipenuhi anak-anak yang soleh, mujahid dan mujahiddah. Tugas ini
amat mulia di mata Allah swt.
Kondisi muslimah saat ini sudah ter-sibghah (tercelup/basah kuyup –
red) oleh gwzul fikri pemikiran sekuler barat yang memang dengan segala
cara membuat wanita keluar dari rumahnya. Semua cara dikemas dengan
keindahan sehingga seolah-olah wanita harus keluar dari rumah dan
melaksanakan segala aktifitas yang seharusnya dijaga dari pandangan
publik dan dilarang dalam Islam. Contohnya setiap hari libur, sabtu
atau ahad, ada senam bersama ibu-ibu arisan, ketika hari kerja tiba
wanita terpaksa keluar rumah bekerja sejak pagi buta dan pulang larut
malam, pulang pergi naik kendaraan umum dan berdesakan dengan
laki-laki, sehingga nyaris waktu untuk melaksanakan tarbiyatul
mujahiddin sudah tidak ada lagi. Inilah ajaran emansipasi wanita yang
merupakan ajaran kufur yang justru menghancurkan dien Islam dan juga
wanita itu sendiri. Wanita kehilangan fitrahnya dan justru memberontak.
Mereka ingin keluar rumah dan meninggalkan tugas mulianya mendidik
generasi penerus.
Peradaban barat ini tidak hanya merusak Islam, namun juga
mensekulerkan agama-agama di luar Islam seperti Yahudi dan Nasrani.
Tidak sedikit dari pemuka agama mereka yang menyadari betapa ajaran
sekuler barat ini meluluhlantakkan satu demi satu kemuliaan ajaran
mereka. Walaupun memang kita akui terdapat banyak tahrifat atau
penyimpangan dalam ajaran mereka.
Ayat 33 (lanjutan):
“…dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat, dan taatilah Allah dan
Rasul Nya. Sesungguhnya Allah hendak menghilangkan dosa dari kamu hai
ahlul bait dan membersihkan kamu sebersih-bersihnya.”
Taujih ini walaupun secara bahasa diturunkan untuk keluarga Nabi
Muhammad saw, tapi secara hukum perintah ini ditujukan untuk semua
mukminat, wanita muslimah tanpa kecuali. Kewajiban mendirikan shalat
termasuk di dalamnya tilawah Al Qur’an. Ketaatan pada Allah dan Rasul
menghadirkan keridhoan Allah yang mengampuni dosa-dosa
sebersih-bersihnya. Masya Allah…
Ayat 34:
“Dan ingatlah apa yang dibacakan di rumahmu dari ayat-ayat Allah dan
hikmah. Sesungguhnya Allah adalah Maha Lembut lagi Maha Mengetahui.”
Ayat-ayat Allah dan hikmah pada ayat ini merujuk pada Al Qur’an dan
Sunnah Nabi Muhammad saw. Jadi ayat ini berisi keharusan menghidupkan
Al Qur’an dan Sunnah di dalam rumah. Memelihara aurat adalah salah satu
bentuk ketaatan pada Allah dan RasulNya. Jilbab itu yang syar’I adalah
yang menutup seluruh tubuh, tidak memperlihatkan lekuk bentuk tubuhnya,
oleh karenanya harus longgar. Muslimah pun dilarang untuk melembutkan
suaranya ketika sedang berbicara khususnya dengan lawan jenis, karena
hal itu dapat menimbulkan fitnah bahkan membangkitkan syahwat.
Naudzubillahi min dzalik.
Ayat 35:
“Sesungguhnya laki-laki dan perempuan yang muslim, laki-laki dan
perempuan yang mu’min, laki-laki dan perempuan yang tetap dalam
keta’atannya, laki-laki dan perempuan yang jujur (benar), laki-laki dan
perempuan yang sabar, laki-laki dan perempuan yang khusyuk (dalam
shalatnya), laki-laki dan perempuan yang bersedekah, laki-laki dan
perempuan yang berpuasa, laki-laki dan perempuan yang memelihara
kemaluannya (kehormatannya), laki-laki dan perempuan yang banyak
mengingat Allah, Allah telah menyediakan untuk mereka ampunan dan
pahala yang besar.”
Dalam ayat inilah Allah swt tunjukkan penyetarakan pria dan wanita
khususnya dalam keta’atan dan pemberian ampunan dan pahala yang besar
kepada keduanya.
Beginilah seharusnya ciri-ciri keluarga mu’min. Keluarga mu’min adalah
keluarga yang ta’at pada Allah, senantiasa memelihara kejujuran, sabar,
khusyuk dalam shalatnya, senang bersedekah, memelihara shaum baik yang
wajib maupun yang sunah, yang juga memelihara kemaluannya hanya untuk
suami atau istrinya saja, dan mereka adalah orang-orang yang banyak
menyebut nama Allah.
Kenyataan dewasa ini di Negara kita, sudah amat sulit ditemukan
keluarga mu’min seideal yang Allah gambarkan dalam ayat tersebut
diatas. Rumah-rumah mereka sudah penuh dengan kemaksiatan kepada Allah.
Musik yang berdegup kencang, acara televisi seperti sinetron, asap
rokok yang mengebul di mana-mana, kata-kata dan perangai yang buruk,
sudah menghiasi kehidupan berkeluarga mereka. Al Quran dan Sunnah sudah
menjadi barang yang diingat ketika kematian saja, lebih banyak
tersimpan rapi tak pernah dibaca di dalam lemari kaca sebagai hiasan
semata. Naudzubillahi min dzalik.
Disinilah fungsi dakwah kita para aktifis Islam mengembalikan kecintaan
ummat kepada Al Quran dan As Sunnah. Mengajak mereka meninggalkan
hal-hal yang berpotensi besar merusak dan melalaikan mereka dari
mengingat Allah.
Ayat 36:
“Dan tidaklah pantas bagi laki-laki yang mu’min dan tidak pula bagi
perempuan yang mu’min apabila Allah dan Rasul Nya telah menetapkan
suatu ketetapan, ada bagi mereka pilihan yang lain tentang urusan
mereka. Dan barangsiapa mendurhakai Allah dan RasulNya maka
sesungguhnya ia telah sesat, sesat yang nyata.”
Melalui ayat ini Allah swt hendak menegaskan kepada kita kaum
muslimin bahwa segala sesuatu yang Allah sudah tetapkan maka
laksanakanlah dan tidak boleh ada alternatif lain diluar yang sudah
Allah tetapkan. Sebab, semua itu akan berakibat pada kesesatan yang
nyata. Sungguh sangat merugi disaat kita melaksanakan shalat, shaum,
zakat, dan semua ibadah yang kita pikir diridhoi Allah, ternyata kita
justru jatuh dalam perkara kesesatan yang nyata hanya karena kita
menolak hukum-hukum Allah. Naudzubillahi min dzalik.
very good !!!
BalasHapus